Cari Blog Ini

LAPORAN UTAMA, PENDIDIKAN, KESEHATAN, LINGKUNGAN, DAERAH

Senin, 25 Oktober 2010

Krisis Air Di Negeri Banjir

Banjir Bumi Satria Kencana (BSK) Bekasi Selatan

Konsep stres air dan krisis air sesungguhnya sangatlah sederhana. Menurut World Business Council for Sustainable Development, hal ini adalah situasi di mana tidak cukup air untuk semua kebutuhan, baik itu untuk pertanian, industri, atau yang lainnya. Mendefinisikan masalah ini dalam bentuk per kapita lebih rumit, ketimbang mendatangkan asumsi yang lebih baik untuk penggunaan air dan penghematannya. Namun telah diperkirakan bahwa ketika ketersediaan air yang dapat diperbarui di bawah 1.700 meter kubik per kapita per tahun, maka negara tersebut akan mengalami stres air secara periodik, jika di bawah 1.000 maka kelangkaan air akan terjadi dan merintangi pertumbuhan ekonomi dan kesehatan manusia
Indonesia termasuk dalam negara yang krisis air, tetapi juga merupakan negeri langganan banjir

Majalah Komunitas (JAKARTA) - Dunia akan mengalami krisis air pada tahun 2025. Hal tersebut sudah mengemuka saat Word Water Forum atau Forum Air Dunia II di Den Haag pada Maret 2000 lalu. Walaupun air meliputi 70% permukaan bumi dengan jumlah kira-kira 1,4 ribu juta kilometer kubik, namun hanya sebagian kecil saja dari jumlah ini yang dapat benar-benar dimanfaatkan, yaitu kira-kira hanya 0,003%.

Sebagian besar air, kira-kira 97% merupakan air laut dan rasanya asin. Karena kadar garamnya terlalu tinggi sehingga tidak bisa digunakan untuk kebanyakan keperluan dan kebutuhan manusia. Dari 3% sisanya yang ada, hampir semuanya, kira-kira 87 persennya, tersimpan dalam lapisan kutub atau sangat dalam di bawah tanah.

Keributan masalah air bersih bisa terjadi dalam suatu negara, kawasan, ataupun berdampak ke benua luas karena penggunaan air secara bersama-sama. Di Benua Afrika, misalnya, lebih dari 57 sungai besar atau lembah danau digunakan bersama oleh dua negara atau lebih. Sungai Nil digunakan oleh Sembilan Negara. Begitu juga Sungai Niger yang digunakan dan dimanfaatkan oleh 10 negara.

Sedangkan di seluruh dunia, lebih dari 200 sungai, yang meliputi lebih dari separo permukaan bumi, digunakan bersama oleh dua negara atau lebih. Selain itu, banyak lapisan sumber air bawah tanah membentang melintasi batas-batas negara, dan penyedotan oleh suatu negara dapat menyebabkan ketegangan politik dengan negara tetangganya.

Di seluruh dunia, kira-kira 20 negara, hampir semuanya di kawasan negara berkembang, memiliki sumber air yang dapat diperbarui hanya di bawah 1.000 meter kubik untuk setiap orang, suatu tingkat yang biasanya dianggap kendala yang sangat mengkhawatirkan bagi pembangunan, dan 18 negara lainnya memiliki di bawah 2.000 meter kubik untuk tiap orang.

Penduduk dunia yang pada 2006 berjumlah 5,3 miliar diperkirakan akan meningkat menjadi 8,5 miliar pada tahun 2025 akan didera oleh ketersediaan air bersih. Laju angka kelahiran yang tertinggi justru terjadi tepat di daerah yang sumber-sumber airnya mengalami tekanan paling berat, yaitu di negara-negara berkembang.

Banjir dan Krisis Air

Krisis air tersebut juga akan dialami oleh Indonesia. Padahal menurut catatan Kementerian Pekerjaan Umum, potensi ketersediaan air permukaan, terutama dari sungai mencapai rata-rata 15.500 meter kubik per kapita per tahun. Itu artinya jauh melebihi rata-rata dunia yang hanya 600 meter kubik per kapita per tahun. Indonesia juga merupakan Negara urutan ke-5 yang kaya akan air. Negara berikutnya, sebut saja Brasil, Rusia, Cina, dan Kanada.

Pulau Jawa yang merupakan pulau terpadat penduduknya, dihuni lebih dari 65 persen dari total jumlah penduduk Indonesia, hanya tersedia air tawar nasional di pulau ini tidak lebih dari 4,5 persen atau sekitar 30.569,2 juta meter kubik per tahun. Disisi lain, kebutuhan akan air tawar untuk seluruh penduduknya tidak akan mencukupi.

Direktur Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum, Ir Pitoyo Subandrio Dipl HE mengatakan krisis air dunia pada tahun 2025 juga akan dialami oleh Indonesia. “Bahkan bisa terjadi lebih awal,” kata Pitoyo pada sambutannya di acara Pertemuan Konsultasi Masyarakat (PKM) 1 Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (TKPSDA WSCC), di Hotel Ambhara, 12 Oktober 2010 lalu.

Ia mencontohkan kebutuhan air di DKI Jakarta mencapai 42 meter kubik per detik. Namun, ketersediaan air untuk kebutuhan tersebut masih kurang. “Sehingga DKI Jakarta krisis air 2,5 meter kubik per detik,”.

Andi Baso dari Bappeda DKI Jakarta mengamini apa yang dikatakan oleh Dirjen SDA Kementerian PU. Menurutnya pemprov Jakarta baru baru dapat melayani penduduknya untuk air minum sekitar 44 persen. “Itupun termasuk penggunaan air tanah sebesar 13 meter kubik per detik,” kata Andi lagi.

Tantangan yang terjadi pada kasus krisis air menurut Pitoyo lebih kepada menurunnya kualitas air bahan baku, meningkatnya kebutuhan air akibat pertumbuhan penduduk serta kurangnya partisipasi masyarakat terhadap pemahaman akan sumber daya air yang semakin langka tersebut.

Agar sumber daya air tetap terjaga, UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air mengamanatkan 5 pilar pokok mengatasi krisis air tersebut. Pertama; Konservasi SDA, kedua; pendayagunaan SDA, ketiga; pengendalian daya rusak air, keempat; keterbukaan dan ketersediaan data dan informasi, dan kelima; pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat, swasta dan pemerintah.

Terkait akan krisis air juga mendapat perhatian penuh dari pemerintah. Saat ini telah terbentuk Dewan Sumber Daya Air Nasional. Menurut, Imam Anshori MT Sekretaris Dewan SDA Nasional mengemukakan perlu adanya harmonisasi antar regulator, operator hingga masyarakat sebagai pengguna air.

Harmonisasi ini menurutnya akan menuju sinergi soal pengelolaan SDA menjadi keniscayaan. Hal yang harus dilakukan adalah konservasi, pendayagunaan, dan pengendalian daya rusak air. Memastikan hak dan kewajiban serta kepentingan wilayah hulu dan wilayah hilir, hak dan kewajiban masyarakat dan dunia usaha.

“Termasuk harus adanya program dan rencana kegiatan antar sektor dan antar tingkat pemerintahan. Sekaligus adanya standar dan prosedur pengelolaan SDA,” kata Imam.

Dibalik krisis ketersediaan banjir tersebut, hamper setiap tahunnya banjir melanda DKI Jakarta bahkan di beberapa daerah di Indonesia juga mengalami hal tersebut. Pada banjir terparah yang terjadi di tahun 2007 misalnya, lebih dari 70 persen wilayah DKI tergenang banjir. Dan ditaksir kerugian materil mencapai 5.184,43 miliar rupiah. Sedangkan korban jiwa 48 meninggal dunia dan 57.994 orang mengungsi. Dan tercatat korban meninggal di wilayah Jabodetabek sebanyak 79 orang serta pengungsi mencapai 223.203 orang.

DKI Jakarta sebagai ibukota Negara sudah mempersiapkan diri mengatasi masalah banjir yang datang setiap tahunnya. Selain telah menyelesaikan Banjir Kanal Timur, juga akan melakukan pengerukan terhadap 13 sungai yang melintas di wilayah DKI Jakarta. “RTRW DKI Jakarta hingga 2030 sudah terpola kepada RTRW yang ramah lingkungan,” kata Andi Baso dari Bappeda DKI Jakarta.

Selain itu program jangka panjang pengendalian banjir, diantaranya melakukan pengendalian tata ruang, pemberdayaan masyarakat, system insentif dan disinsentif, konservasi DAS, system recovery, system kelembagaan, sea defence and water stroge, serta adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

“Recovery system adalah salah satu program unggulan kedepan, sehingga jika terjadi banjir dan bencana alam lainnya kita tidak perlu lagi mengeluarkan dana dari APBD atau APBN. Karena sudah tercover asuransi,” janji Andi Baso.

Penggunaan Air

Penggunaan air tawar dapat dikategorikan sebagai penggunaan konsumtif dan non-konsumtif. Air dikatakan digunakan secara konsumtif jika air tidak dengan segera tersedia lagi untuk penggunaan lainnya, misalnya irigasi (di mana penguapan dan penyerapan ke dalam tanah serta penyerapan oleh tanaman dan hewan ternak terjadi dalam jumlah yang cukup besar).

Jika air yang digunakan tidak mengalami kehilangan serta dapat dikembalikan ke dalam sistem perairan permukaan (setelah diolah jika air berbentuk limbah), maka air dikatakan digunakan secara non-konsumtif dan dapat digunakan kembali untuk keperluan lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung.

·         Pertanian
Diperkirakan 69 persen penggunaan air di seluruh dunia untuk irigasi. Di beberapa wilayah irigasi dilakukan terhadap semua tanaman pertanian, sedangkan di wilayah lainnya irigasi hanya dilakukan untuk tanaman pertanian yang menguntungkan, atau untuk meningkatkan hasil.

Berbagai metode irigasi melibatkan perhitungan antara hasil pertanian, konsumsi air, biaya produksi, penggunaan peralatan dan bangunan. Metode irigasi seperti irigasi beralur (furrow) dan sprinkler umumnya tidak terlalu mahal namun kurang efisien karena banyak air yang mengalami evaporasi, mengalir atau terserap ke area di bawah atau di luar wilayah akar. Metode irigasi lainnya seperti irigasi tetes, irigasi banjir, dan irigasi sistem sprinkler di mana sprinkler dioperasikan dekat dengan tanah, dikatakan lebih efisien dan meminimalisasikan aliran air dan penguapan meski lebih mahal. Setiap sistem yang tidak diatur dengan benar dapat menyia-nyiakan sumber daya air, sedangkan setiap metode memiliki potensi untuk efisiensi yang lebih tinggi pada kondisi tertentu di bawah pengaturan waktu dan manajemen yang tepat. Saat populasi dunia meningkat, dan permintaan terhadap bahan pangan juga meningkat dengan suplai air yang tetap, terdapat dorongan untuk mempelajari bagaimana memproduksi bahan pangan dengan sedikit air, melalui peningkatan metode dan teknologi irigasi, manajemen air pertanian, tipe tanaman pertanian, dan pemantauan air.

·         Industri
Diperkirakan bahwa 15 persen air di seluruh dunia dipergunakan untuk industri. Banyak pengguna industri yang menggunakan air, termasuk pembangkit listrik yang menggunakan air untuk pendingin atau sumber energi, pemurnian bahan tambang dan minyak bumi yang menggunakan air untuk proses kimia, hingga industri manufaktur yang menggunakan air sebagai pelarut. Porsi penggunaan air untuk industri bervariasi di setiap negara, namun selalu lebih rendah dibandingkan penggunaan untuk pertanian.

Air juga digunakan untuk membangkitkan energi. Pembangkit listrik tenaga air mendapatkan listrik dari air yang menggerakkan turbin air yang dihubungkan dengan generator. Pembangkit listrik tenaga air adalah pembangkit listrik yang rendah biaya produksi, tidak menghasilkan polusi, dan dapat diperbarui. Energi ini pada dasarnya disuplai oleh matahari; matahari menguapkan air di permukaan, yang lalu mengalami pengembunan di udara, turun sebagai hujan, dan air hujan mensuplai air bagi sungai yang mengaliri pembangkit listrik tenaga air.

Bendungan Three Gorges merupakan bendungan pembangkit listrik tenaga air terbesar di dunia. Penggunaan industrial lainnya adalah turbin uap dan penukar panas, juga sebagai pelarut bahan kimia. Keluarnya air dari industri tanpa dilakukan pengolahan terlbih dahulu dapat disebut sebagai polusi. Polusi meliputi pelepasan larutan kimia (polusi kimia) atau pelepasan air sisa penukaran panas (polusi termal). Industri membutuhkan air murni untuk berbagai aplikasi dan menggunakan berbagai tehnik pemurnian untuk suplai air maupun limbahnya.

·         Rumah Tangga
Diperkirakan 15 persen penggunaan air di seluruh dunia adalah di rumah tangga. Hal ini meliputi air minum, mandi, memasak, sanitasi, dan berkebun. Kebutuhan minimum air yang dibutuhkan dalam rumah tangga menurut Peter Gleick adalah sekitar 50 liter per individu per hari, belum termasuk kebutuhan berkebun.

Air minum haruslah air yang berkualitas tinggi sehingga dapat langsung dikonsumsi tanpa risiko bahaya. Di sebagian besar negara-negara berkembang, air yang disuplai untuk rumah tangga dan industri adalah air minum standar meski dalam proporsi yang sangat kecil digunakan untuk dikonsumsi langsung atau pengolahan makanan.

·         Rekreasi
Penggunaan air untuk rekreasi biasanya sangatlah kecil, namun terus berkembang. Air yang digunakan untuk rekreasi biasanya berupa air yang ditampung dalam bentuk reservoir, dan jika air yang ditampung melebihi jumlah yang biasa ditampung dalam reservoir tersebut, maka kelebihannya dikatakan digunakan untuk kebutuhan rekreasional. Pelepasan sejumlah air dari reservoir untuk kebutuhan arung jeram atau kegiatan sejenis juga disebut sebagai kebutuhan rekreasional. Hal lainnya misalnya air yang ditampung dalam reservoir buatan (misalnya kolam renang).

Penggunaan rekreasional umumnya non-konsumtif, karena air yang dilepaskan dapat digunakan kembali. Pengecualian terdapat pada penggunaan air di lapangan golf, yang umumnya sering menggunakan air dalam jumlah berlebihan terutama di daerah kering. Namun masih belum jelas apakah penggunaan ini dikategorikan sebagai penggunaan rekreasional atau irigasi, namun tetap memberikan efek yang cukup besar bagi sumber daya air setempat. Sebagai tambahan, penggunaan rekreasional mungkin akan mengurangi ketersediaan air bagi kebutuhan lainnya di suatu tempat pada suatu waktu tertentu.

·         Lingkungan dan ekologi
Penggunaan bagi lingkungan dan ekologi secara eksplisit juga sangat kecil namun terus berkembang. Penggunaan air untuk lingkungan dan ekologi meliputi lahan basah buatan, danau buatan yang ditujukan untuk habitat alam liar, konservasi satwa ikan, dan pelepasan air dari reservoir untuk membantu ikan bertelur.

Seperti penggunaan untuk rekreasi, penggunaan untuk lingkungan dan ekologi juga termasuk penggunaan non konsumtif, namun juga mengurangi ketersediaan air untuk kebutuhan lainnya di suatu tempat pada suatu waktu tertentu. (tengku imam/001/red)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar